©elfarakani
Media massa dihebohkan dengan pertemuan Jokowi dan Prabowo. Para pendukung Jokowi riuh sorak sorai tanda bahagia. Setelah lama mengemis hina ucapan selamat dari kubu sebelah sana.
"Wuiiih, asyik coy. Akhirnya ucapan itu keluar juga. Kami bahagia." Sementara emak2 militan pendukung setia, hatinya tersayat perih, dan luka semakin menganga. Tapi itulah fakta. Fakta bahwa benturan keras politik sering membuat rakyat ini amnesia.
Ya, amnesia politik. Bagi dunia kedokteran amnesia adalah gejala medis, bagi dunia politik amnesia adalag gejala sosiologis. Di mana benturan dan tekanan politik bisa membuat siapa pun lupa hanya dalam skejap mata.
Bagi rakyat hidup dalam demokrasi begitu berat untuk dijalani. Tekanan2 kebutuhan hidup tak jarang membuat mereka memilih bunuh diri. Harga2 kebutuhan naik tak ayal harus datasi dengan berhutang ala ribawi. Sekolah yg katanya gratis hanya untuk pendidikan dasar, bukan untuk perguruan tinggi. Sementara lapangan pekerjaan yg dijanjikan tak kunjung dipenuhi.
Otak rakyat dibenturkan dengan kesulitan hidup. Benturannya terlalu keras, akhirnya lupa, amnesia. Lima tahun dikhianati rezim. Tiba2 diimingi-imingi sembako murah, amplop serangan fajar 8 miliar. Akhirnya partai korup dipilih kembali. Sebuah budaya politik parokial yg dipelihara dalam demokrasi.
Mahasiswa demo karena tak ada wifi, demo karena tarif parkir, demo karena kucing kesayang hilang. Mahasiswa sorak sorai di acara infotainment. Mereka tiba2 amnesia. Padahal ortunya berjuang banting tulang mencari biaya. Tapi mahasiswa hanya sibuk memikirkan kuota data, agar bisa eskis, dengan mencari wifi gratis, sungguh tragis. Benturan otak di kepalamu membuat amnesia, boro2 kritis.
Bahkan tidak sedikit benturan kebutuhan membuat mahasiswa nyambi jadi "ayam kampus",. Dengan menjual diri kepada para cukong atau menjadi santapan para politikus. Mereka menjual vagina, atau dijual oleh para makelar politik yg butuh tambhan dana.
Amnesia, juga menjalan dikalangan cendikiawan dan ulama. Tidak sedikit kaum cendikia yg melacur diri untuk mendukung kebijakan yg membungkan kebebasan berbicara yang penting dana proyek mengalir lancar. Sikat habis para cendikia yg mengkritik penguasa, tak pedulu teman sekerja.
Ulama diundang ke istana dengan diming-imingi dana, dana pembanguan sarana, sarana gedung pondok atau bantuan sosial. Asal diam tidak boleh kritik raja.
Ustad proposal, itulah gelar yg disematkan kepada para tokoh agama, yang tak bisa mandiri dalam hal financial. Gelar itu saya dapatkan dari para pelaku, yang dijadikan oleh tokoh2 politik sebagai vote getter dalam setiap pesta demokrasi. Karena ketokohan mereka, ustad proposal ini sering dijadikan alat politik oleh calon untuk menggerakkan massa mendukung salah satu calon tertentu. Dengan konversi bantuan2 sosial mengalir ke lembaga yg dipimpinnya. Dengan kata lain "makelar politik" dari kaum agama.
Benturan itu pun dialami para pengusaha. Seorang milyader Indonesia, bliau adalah termasuk dari 40 orang terkaya di negeri ini pernah bercerita, bahwa dia terpaksa harus berpihak kepada rezim, karena kalau tidak dia bingung bagaimana nasib sekitar 4000 karyawannya, belum 4000 itu ada istri dan anaknya. Rezim ini memang amatiran.
Beliau mengutip celotehan pengusaha sekaligus pemilik media terbesar di negeri ini : "dia itu kalo jadi wali kota pas, kalo jadi gubernur pas-pasan, tapi kalo jadi presiden under pas." Tapi bliau bilang mau gimana lagi, dari pada usahanya dimatikan oleh rezim, lebih baik kompromi. Biarlah yg muda2 tetap waras, tapi apa daya yg muda pun terjangkit amnesia.
Amnesia massal juga menjangkit elit. Elit politik tiba2 lupa apa yg mereka janjikan. Mereka lupa darah segar mengalir dari sang remaja, lupa nyawa 700 petugas KPPS, lupa ulama dipenjara. Lupa emak2 berkorban nyawa, harta, kuota.
Benturan kepentingan politik membuat otak elit jadi amnesia. Ya bgitulah demokrasi. Kerasnya benturan dalam demokrasi memaksa pelakunya harus amnesia, amnesia bukan secara medis, tapi sosiologis yg merembes rakyat secara psikis.
Demokrasi memaksa pelakunya untuk amnesia, lupa dengan ideologi partai. Sehingga harus kompromi dengan kecurangan, kompromi dengan kebatilan.
Pelaku demokrasi harus kompromi atau setuju dengan bathilnya miras, setuju dengan bathilnya elgibiti, kompromi dengan bathilnya perzinahan.
Pelaku demokrasi harus menjadi amnesia kalo elgibiti itu haram muthlak, harus amnesia kalau khamer itu haram. Pelaku demokrasi harus kompromi, kalo curang itu bagian dari demokrasi.
#cukupIslam
0 Komentar