by John Suteki

Publik dihebohkan debgan aksi "Pengibaran bendera tulisan tauhid itu, yang dilakukan oleh sejumlah siswa tergabung Keluarga Remaja Islam Majelis Al-Ikhlas atau Karisma MAN 1 Sukabumi, Jalan Suryakancana, Sukabumi, Jawa Barat, Minggu (21/7/2019).

Kegiatan tersebut diindikasikan sebagai bagian dari promosi kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti oleh masing-masing siswa kepada para siswa baru yang ikut dalam Masa Orientasi Siswa (MOS) atau di madrasah dikenal dengan sebutan Masa Taaruf Siswa Madrasah (Matsama). Peristiwa ini berbuntut panjang hingga akhirnya Tim Kemenag diturunkan secara khusus dan serius untuk menginvestigasi kejadian tersebut karena disinyalir ada pihak umat yang mungkin patut diduga merasa "kepanasan" dan patut diduga ada pihak yang menganggap sebagai perbuatan yang terpapar radikalisme.

Satu hal yang membuat saya ini heran, mengapa umat Islam alergi dengan KALIMAT TAUHID yang disematkan dalam sehelai kain hingga disebut BENDERA TAUHID?

Bukankah ketika kita dipanggil Alloh mati, keranda kita diselimuti kalimat tauhid pula?

Mengapa umat ini jadi MISKIN LITERASI sehingga mudah sekali menyematkan kata RADIKALISASI dan melakukan tindakan PERSEKUSI sesama umat Islam sendiri. 

Kita negara hukum, bukan negara politik. Mari kita bertindak sesuai dengan koridor hukum. Jika pemerintah memang ingin menetapkan HARAM-nya membawa, mengibarkan bendera tauhid, segeralah membuat UU atau setidak-tidaknya PERPPU sehingga kita jelas bertindak secara hukum, bukan atas tafsir politik yang acapkali tergantung selera para penguasa. Jadi kita juga membutuhkan kepastian tentang bendera mana saja yang dilarang, atribut mana saja yang dilarang supaya jelas kita bertindak. Penanganan perkara yang belum jelas pun harus hati-hati sehingga tidak memperkeruh suasana dan memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa. 

Coba kita bisa membayangkan betapa hidup di Indonesia ini jadi menyeramkan ketika banyak kegiatan-kegiatan rakyat dicurigai sebagai perbuatan-perbuatan yg menentang bahkan akan dikatakan perbuatan yg dikualifikasikan oleh penguasa sebagai tindak pidana makar. Aparat politik dan hukum harus paham betul bagaimana mereka bertindak atas dasar hukum,bukan atas dasar asumsi politis, bukan pula atas dasar like and dislike terhadap orang atau organisasi tertentu. Aparat seharusnya mampu berpikir jernih dan bertindak rapi, tidak grusah-grusuh menangani peristiwa sosial, baik yang bermuatan hukum maupun politik. Tindakan humanis meredam jauh lebih baik dari pada tindakan brutal persekusif dan represif. 

Akhir kata, tingkatkan literasi sehingga kita bisa membedakan mana bendera umat Islam, atau bendera tauhid dan mana bendera atau atribut teroris. Al Liwa dan Ar Rayah adalah bendera Rasululloh, bukan bendera teroris. Andaikan pun teroris menjiplak dan menggunakannya kalimat tauhid itu tidak berarti mereka merupakan bagian umat Islam yang membela kepentingan umat Islam. Islam tidak identik dengan radikalisme apalagi dengan terorisme. Islam cinta damai karena Islam itu memiliki semangat toleransi yang amat tinggi. Hidup aman dan nyamanlah kaum agama non muslim ketika Islam mayoritas dalam sebuah negeri. Baik mayoritas itu mengibarkan maupun tidak mengibarkan bendera Rasululloh. 

Waspasalah..waspadalah..!
Dewasalah...dewasalah..!

Tabik..!